LIFE ADVENTURE

Hidup senantiasa berjalan mengikuti alam yang kian tua .

PERGERAKAN MAHASISWA

Selalu butuh aksi untuk suatu perubahan yang lebih baik.

PRASASTI 010

Terlahir dari Himpunan Mahasiswa Administrasi FISIP UNHAS.

KKN KEBANGSAAN Angkatan I

Inspirasi mempersatukan mahasiswa se-Indonesia untuk pengabdian kepada masyarakat.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 24 Desember 2015

Kepemimpinan Strategis dan Budaya Organisasi

Kepemimpinan Strategis
Penelitian oleh Centre for Creative Leadership (2004) menunjukkan kepemimpinan strategis adalah tentang kemampuan seorang pemimpin mengubah orang melalui visi dan nilainilai, budaya dan iklim kerja, serta struktur dan sistem. Kepemimpinan strategis lebih jauh berarti kemampuan yang dimiliki pemimpin untuk mengelola, mengkoordinasikan, memengaruhi serta memotivasi dan meningkatkan kinerja orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan organisasi.
Hughes dan Beatty (2005) menulis dalam buku mereka “Becoming a Strategic Leader” bahwa fokus dari kepemimpinan strategis adalah “sustainable competitive advantages” yaitu mendorong dan menggerakkan segenap kemampuan karyawan sehingga akan berkembang. Lebih lanjut bahwa kepemimpinan strategis adalah kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki seseorang atau kelompok yang bertanggungjawab dan memiliki pengaruh penting untuk menjamin organisasi itu tetap bertahan hidup.
Karakteristik kepemimpinan strategis adalah
1.    visioner, misioner dan strategis yakni memiliki, memahami dan mengkomunikasikan visi dan misi, mampu merumuskan dan merealisasikan strategi serta memiliki pengetahuan, terampil dan berwawasan luas,
2.  berorientasi pada perubahan menunjukkan bahwa pemimpin menyukai dan selalu terlibat dalam perubahan, memiliki tujuan dan arah yang jelas, future-oriented dan suka menetapkan prioritas,
3.   mampu membangun relasi yang kuat tergambar dari selalu bertindak bijaksana, melibatkan bawahan dalam mengembangkan ide, memberi kesempatan kepada bawahan untuk membuat keputusan, selalu menyelesaikan tanggungjawab dengan segera dan memiliki jejaring sosial luas dengan berbagai pihak,
4.    memiliki personal style dan personal skills seperti proaktif, pengendalian emosi, bersemangat, peduli terhadap bawahan, bekerja melampaui uang dan kekuasaan serta berani mengambil resiko.

Budaya organisasi
Pengertian Budaya
Sweeney & McFarlin (2002: 334) mengemukakan bahwa budaya secara ideal mengkomunikasikan secara jelas pesan-pesan tentang bagaimana kita melakukan sesuatu atau bentindak berperilaku di sekitar sini (“how we do things around here”)
Dari pemikiran tersebut dapatlah diinterpretasikan bahwa budaya memberikan arahan mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku, bersikap, bertindak dalam suatu komunitas, kata ‘here’ dalam pengertian di atas mengacu kepada suatu komunitas tertentu, baik itu berbentuk organisasi, perusahaan, atau masyarakat.

Pengertian Organisasi
Organisasi menurut Robbins (2001:4) diartikan sebagai suatu unit (satuan) sosial yang dikoordinasikan dengan sadar, yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relative terus menerus untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan bersama.

Konsep Budaya Organisasi
Menurut Osborne & Plastrik (2000), budaya organisasi adalah seperangkat perilaku, perasaan, dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi.
Definisi lain dikemukakan Robbins (2002: 247), bahwa budaya organisasi merupakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi; suatu sistem dari makna bersama

Robbins (2003), Budaya organisasi adalah system makna yang dianut bersama oleh anggota-anggota yang membedakan antar organisasi lainnya. Demikian juga Robbins menjelaskan bahwa mengukur budaya organisasi dapat memahami tentang bagaimana karyawan memandang organisasi, mendorong kerja tim, meghargai inovasi dan meningkatkan prakarsa.
Hofstede (2010) mendefinisikan budaya organisasi sebagai susunan pemikiran bersama yang membedakan anggota-anggota sebuah organisasi dengan yang lain. Sementara itu, pendapat Carwright yang dikutip Wibowo (2013) memahami budaya sebagai penentu yang kuat dari keyakinan, sikap dan perilaku orang dan pengaruhnya dapat diukur melalui bagaimana orang termotivasi untuk merespons lingkungan budaya mereka.
Seorang ahli perilaku organisasi Eliott Jacquest menyebutkan bahwa perilaku organisasi adalah: “the customary or traditional ways of thinking and doing things, which are shared to a greater or lesser extent by all members of the organization and which new numbers must learn and least partially accept in order to be accept into the sevice of the firm” artinya budaya organisasi adalah cara berfikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi, yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau palling sedikit menerimanya sebagian  agar mereka diterima sebagai bagian dariorganisasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah merupakan perwakilan dari norma-norma perilaku yang harus diikuti oleh anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hirarkhi organisasi. Bagi organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, maka budaya organisasi akan menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan-harapan pendiri kepada anggota organisasi yang lain, sedangkan bagi organisasi yang dikelola oleh seorang manajer atau pimpinan yang bersifat otokratis yang menerapkan gaya kepemimpinan “top down”, maka budaya organisasi juga akan berperan untuk mengkomunikasikan harapan-harapn mereka.
Budaya organisasi merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas tertentu (Koesmono, 2005).
Pentingnya kajian terhadap budaya organisasi ini juga secara pragmatis dapat dilihat dari peranannya. Veithzal R. (2003: 430) mengemukakan bahwa budaya organisasi berperan dalam:
-  Menetapkan tapal batas, dalam arti menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi denganorganisasi lainnya.
-       Memberikan ciri identitas bagi anggota organisasi.
-       Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingan individu.
-       Meningkatkan kemantapan sistem sosial.
-     Memandu dan membentuk sikap anggota organisasi (budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali).
Dalam konteks di atas maka budaya organisasi merupakan kerangka kerja yang menjadi pedoman tingkah laku dan pembuatan keputusan anggota organisasi serta mengarahkan tindakan mereka untuk mencapai tujuan organisasi. 

Terbentuknya Budaya Organisasi
 Terbentuknya budaya organisasi sebagaimana dideskripsikan dalam gambar di atas, menurut Robbins (2002: 262), berawal dari filsafat pendiri organisasi (mereka mempunyai visi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu), budaya asli diturunkan dari filsafat pendirinya, yang kemudian berpengaruh terhadap criteria yang digunakan dalam mempekerjakan anggota/karyawannya. Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar dalam pembentukan budaya organisasi (melalui apa yang mereka katakan dan lakukan) dan seringkali menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima dan yang tidak. Bagaimana anggota/karyawan harus disosialisasikan akan tergantung, baik pada tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokan nilai-nilai anggota/karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.

Menurut Daft (2002:63), terdapat tiga tingkatan budaya, yaitu :
1.        Artifak (artifact),
adalah budaya organisasi tingkatan pertama, yaitu hal-hal yang dilihat, didengar dan dirasa ketika seseorang berhubungan dengan suatu kelompok baru. Artifak bersifat kasat mata (visible), misalnya lingkungan fisik organisasi, cara berperilaku, cara berpakaian, dan lain-lain. Karena antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya artifaknya berbeda-beda, maka anggota baru dalam suatu organisasi perlu belajar dan memberikan perhatian terhadap budaya organisasi tersebut. 
2.        Nilai (espoused values),
merupakan alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan sesuatu. Ini adalah budaya organisasi tingkat kedua yang mempunyai tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artifak. Pada tingkat ini, baik organisasi maupun anggota organisasi memerlukan tuntunan strategi, tujuan dan filosofi dari pemimpin organisasi untuk bersikap dan bertindak. Oleh karena itu, untuk memahami expoused values ini, seringkali dilakukan wawancara dengan anggota kunci organisasi misalnya, atau menganalisa kandungan artifak seperti dokumen.
3.        Asumsi dasar (basic assumption)
merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Asumsi ini merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula dari nilai-nilai yang didukung karena merupakan keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi seperti kepercayaan, persepsi, ataupun perasaan yang menjadi sumber nilai dan tindakan. Budaya organisasi tingkat ketiga ini menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dalam sebuah organisasi, yang seringkali dilakukan lewat asumsi yang tidak diucapkan.

Kepemimpinan Strategis dan Budaya Organisasi
Para ahli berpendapat bahwa definisi budaya organisasi memiliki tiga hal yang merupakan ciri khas dari budaya organisasi tersebut, antara lain: 1) dipelajari, 2) dimiliki bersama, dan 3) diwariskan dari generasi ke generasi. Factor yang paling penting bagi organisasi adalah bagaimana seorang pemimpin, ketua ataupun manajer sebuah organisasi dapat menciptakan dan memelihara suatu budaya organisasi yang kuat dan jelas.
Grimes (1978), menyatakan bahwa pemimpin berperan dalam meningkatkan kemampuan, komitmen, keterampilan, pemahaman nilai-nilai pada organisasi serta kerjasama tim untuk meraih prestasi dalam organisasi. Dalam studi yang dihasilkan bahwa semakin baik kepemimpinan akan memperkuat budaya organisasi yang akhirnya berdampak pada peningkatan kinerja karyawan (Tsang, 2007, Xenikou & Simosi, 2006, Lok & Crawford, 2003)
Kepemimpinan dengan budaya organisasi saling terkait, jika pemimpin hidup dalam berbagai budaya, maka dia merupakan instrument dalam mengelola dan mengembangkan budaya, oleh karena itu salah satu kewajiban pemimpin adalah memahami apa yang dihadapi dan apa yang dikerjakan jika mencoba mengelola budaya. Sebaliknya kewajiban bagi pemimpin adalah menciptkan budaya (Schein, 1991).
Seorang pemimpin strategis dalam membangun budaya organisasi yang dipimpinnya harus berperan menjadi sosok dari budaya yang akan dibangunnya, pemimpin harus mampu membantu bawahan untuk menciptakan rasa memiliki jati diri bagi para pekerjanya, seorang pemimpin harus mampu mengembangkan keikatan pribadi antara karyawan dengan institusi dimana mereka bekerja, rasa memiliki merupakan modal dasar bagi seorang pemimpin dalam mendorong
karyawan untuk mencapai misi dan tujuan dari organisasi, tanpa adanya ikatan pribadi (rasa memiliki) karyawan terhadap organisasi, seorang pemimpin akan kesulitan untuk menterjemahkan visi, misi dan tujuannya dalam memimpin organisasi. Pemimpin juga harus dapat membatu menciptakan stabilisasi organisasi sebagai suatu sistem sosial, dimana orang-orang yang ada didalam organisasi merupakan satu kesatuan sosial yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Seorang pemimpin juga harus mampu menjadi pedoman perilaku, sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah terbentuk.
Pada Intinya peran Kepemimpinan strategis dalam Budaya Organisasi yakni adalah bagaimana seorang pemimpin mampu mengarahakan dan membawa anggota organisasi memahami kondisi lingkungan strategisnya sebagai bagian dalam mencapai tujuan organisasi.

Contoh Organisasi dengan penerapan Budaya Organisasi
Budaya Organisasi kerja Jepang
Kaizen berarti penyempurnaan berkesinambungan  yang melibatkan semua anggota dalam hirarkhi perusahaan, baik manajemen maupun karyawan. Inti dari Kaizen adalah kesadaran bahwa manajemen harus memuaskan pelanggan dan memenuhi kebutuhan pelanggan, jika perusahaan ingin tetap eksis, memperoleh laba, dan berkembang. Adapun tujuannya adalah untuk  menyempurnakan mutu, proses, sistem, biaya, dan penjadwalan demi kepuasan pelanggan.
Perubahan budaya Organisasi Garuda Indonesia
Kultur internal Garuda Indonesia yang dulu merasa "penumpang yang butuh Garuda Indonesia" diubah menjadi customer-centric. Budaya custumer-centric ini menempatkan pelanggan sebagai fokus perhatian. Oleh karena itu, Perusahaan menyusun perencanaan layanan secara menyeluruh demi memastikan bahwa seluruh aspek layanan telah ditangani dengan baik. Garuda Indonesia aktif melaksanakan berbagai program guna meningkatkan kepuasan pelanggan, dimulai dari pengembangan visi yang berfokus pada pelanggan, mendorong inovasi untuk menghasilkan high value added product sehingga merintis budaya service excellence, serta perampingan proses bisnis untuk mempercepat pelayanan.

BUDAYA ORGANISASI BNI
4 NILAI BUDAYA KERJA BNIBNI
6 NILAI PERILAKU UTAMA INSAN BNI
Profesionalisme
(Professionalism)
  • Meningkatkan Kompetensi dan Memberikan Hasil Terbaik
Integritas
(Integrity)
  • Jujur, Tulus dan Ikhlas
  • Disiplin, Konsisten dan Bertanggungjawab
Orientasi Pelanggan
(Customer Orientation )
  • Memberikan Layanan Terbaik Melalui Kemitraan yang Sinergis
Perbaikan Tiada Henti
(Continuous Improvement)
  • Senantiasa Melakukan Penyempurnaan
  • Kreatif dan Inovatif
 

Sabtu, 19 Desember 2015

Kepemimpinan Aung San Suu Kyi dalam Film The Lady

Sosok pemimpin perempuan yang feminin dapat kita temukan dalam film The Lady. Mengangkat kisah hidup pemimpin oposisi Burma, Ia dijuluki si Anggrek Burma, ia adalah Aung San Suu Kyi. Film ini menyajikan tontonan nyata mengenai perjuangan seorang perempuan dalam melawan kekerasan, melalui cara-cara nir-kekerasan. Di tengah pergulatan politik Myammar yang saat itu dipimpin secara otoriter, Aung San Suu Kyi tampil seorang pejuang wanita Myanmar yang bersikeras menegakkan demokrasi di negerinya sekalipun harus berhadapan militer Burma.
Dalam film the lady Aung San Suu Kyi memutuskan untuk bergabung dalam sebuah partai oposisi Myanmar, Liga Nasional Demokrasi, sekaligus ia sebagai pemimpin partainya. Keputusannya ini sangat disambut baik oleh masyarakat Myanmar. Ia harus meninggalkan kehidupannya di tanah Inggris untuk kembali ke Burma demi menyelamatkan nasib para rakyat yang dikekang kebebasan dan kesejahteraanya. Dalam film ini pula, Aung san suu kyi diperhadakan pada keputusan membela keluarga atau Negara. Ia adalah perempuan yang juga mencintai keluarga dan senantiasa menjaga keluarganya. Seorang pemimpin yang terhormat dari tanah Burma yang sangat dicintai oleh rakyatnya.
Dalam film ini, adapun sisi kepemimpinan dari Aung San Suu Kyu yang dapat dipelajari yakni :
1.      Aung San Suu Kyu adalah pemimpin wanita feminim yang penuh perjuangan dan pantang menyerah. Hal ini tergambarkan dari perjuangannya membebaskan kondisi rakyat Burma melawan junta militer otoriter sekalipun harus merasakan menjadi tahanan rumah. Namun perjuangannya tetap dilanjutkan bersama rakyat Burma.
2.  Aung San Suu Kyi adalah pemimpin yang anti kekerasan. Hal ini dibuktikan dengan gerakan perjuangannya yang tidak mengedepankan kontak fisik, salah satu contohnya yakni Ia lebih memilih untuk melakukan aksi mogok makan ketika menuntut agar rekan-rekannya di NLD dibebaskan.
3.      Aung Sang Suu Kyi adalah pemimpin yang berani. Hal ini terlihat dari keberaniaanya dalam menghadapi kerasnya rezim militer di Burma dan juga Saat senjata laras panjang sudah ditodongkan ke muka Suu. Namun alih-alih membubarkan acara, Suu justru berjalan dengan mata terpejam sambil mendekati tentara tersebut. Ia membuktikan Keberaniannya dalam membela apa yang diyakininya.
4.     Aung sang Suu Kyi adalah pemimpin yang sangat mencintai Rakyat. Hal paling terlihat dari tindakannya yang rela berpisah dengan keluarganya dan memilih memperjuangkan kepentingan bangsanya. Keputusan ini merupakan pilihan yang tidak mudah. Tetapi karena cintanya kepada rakyat dan tanah air Suu Kyi memilih untuk tinggal dan berjuang bersama rakyatnya menghadapi junta militer yang berkuasa. Hal ini juga terlihat dari percakapan
"Kalau Anda mau meninggalkan Myanmar, kami akan urus perjalanan Anda secepatnya sehingga besok Anda sudah akan bertemu dengan keluarga. Jadi, Anda bebas memilih: keluarga Anda, atau negara Anda..
" Suu Kyi menolak dengan menyatakan: "Kebebasan macam apa yang Anda tawarkan itu?!"
5.    Aung San Suu Kyi adalah pemimpin yang Kharismatik. Hal ini dibuktikan pada daya tarik Suu yang begitu besar terutama pada pidato pertamanya  yang mendapat sambutan dari ribuan pendukung, hingga kampanye yang ia lakukan hingga ke desa-desa dan suku-suku di Myanmar.
6.     Aung San Suu Kyi adalah pemimpin yang mencintai keluarganya. Hal ini terlihat dari tindakan menjenguk orang tuanya yang sakit dan perempuan yang juga keibuan. Hubungannya dengan anak-anaknya sangat harmonis, begitu pula hubungan  Suu dengan suaminya, Michael Aris walaupun pada akhhirya kematian sang suami yang tidak disaksikan langsung oleh Suu.
7.     Secara kesuluruhan Aung San Suu Kyi dalam film memperlihatkan bagaimana Memimpin dengan penuh kegigihan, kesantunan, keanggunan, anti kekerasan, dan tetap mampu mendapatkan legitimasi dari rakyat sebagai seorang pemimpin. Ia dapat masuk kategori SUPERLEADERSHIP.

Kepemimpinan Margaret Thatcher dalam Film The Iron Lady


Sisi Kepemimpinan Margaret Thatcher dalam Film The Iron Lady

Film The Iron Lady merupakan suatu film yang bercerita mengenai sosok pemimpin perempuan yang membawa perubahan besar bagi dunia secara umum dan inggris secara khusus. Dalam Film ini bercerita  mengenai sejarah pemerintahan dan politik Inggris, dengan menonjolkan sosok seorang pemimpin yang tegas, meskipun ia adalah seorang perempuan. Ia adalah Margareth Thatcher. Pada masa hidup Margaret Thatcher, perempuan tidak dipercaya menjadi seorang pemimpin di Inggris. Pemerintahan didominasi oleh laki-laki, yang notabene malah belum menunjukkan kemajuan bagi negeri. Perempuan hanya mampu bertugas di dapur dan tidak memiliki kekuatan untuk memimpin Negara. Namun paradigma diskriminasi gender ini kemudian berusaha diruntuhkan oleh Margareth Thatcher.  Dengan segenap keberanian dan keinginan yang kuat, Margaret Thatcher kemudian memutuskan untuk masuk ke dalam pemerintahan Inggris.

Margareth Thatcher, adalah sosok seorang pemimpin yang tegas, yang konsisten dengan pendiriannya, namun tetap memiliki dedikasi kepada keluarganya. Harapannya selain menjadikan Inggris lebih maju, juga ingin melihat putera-puterinya tumbuh bahagia. Ia mempunyai pendirian yang kuat bahkan melebihi pemimpin para umumnya.
Berikut adalah ciri kepemimpinan Margareth Thatcher dalam film The Iron Lady :

  • Margareth Thatcher adalah pemimpin yang berani, dibuktikan dalam tindakannya untuk maju menjadi pemimpin Inggris yang saat itu didominasi oleh laki-laki.
  • Margareth Thatcher adalah pemimpin yang memiliki pendirian yang kuat dibuktikan dari keinginannya untuk menjaga kedaulatan Inggris dengan mempertahankan pulau kecil terpencil, walaupun harus mengorbankan beberapa nyawa prajuritnya saat itu.

  • Margareth Thatcher adalah Negarawan bukan politisi, dibuktikan dengan tindakannya yang terkadang tidak sesuai dengan partai pengusungnya. Selama itu berpihak pada rakyat ia akan melakukannya.

  • Margareth Thatcher adalah pemimpin yang memilki pandangan jauh kedepan dibuktikan dengan ucapannya yang mengatakan bahwa “mungkin keputusan kita akan dihujat oleh generasi saat ini, tapi generasi selanjutnya akan berterima kasih atas keputusan yang diambil hari ini,".

  • Margareth Thatcher adalah pemimpin bagi keluarganya juga, hal ini terlihat bagaimana ia menjaga dan merawat suaminya dan anak-anaknya.

  • Seorang pemimpin yang penuh perjuangan dibuktikan dalam perjuangannya yang dimulai dari keinginannya bersekolah di Oxford hingga mencapai keingingannya  sebagai Perdana Menteri Inggris untuk melihat Inggris yang lebih baik.

  • Margareth Thatcher seorang pemimpin yang punya inisiatif kuat. Ia tidak menunggu bawahannya bertindak tetapi pemimpinlah yang memberikan contoh teladan.

  • Margareth Thatcher adalah sosok Superleadership. Ia mampu membawa followersnya followersnya khususnya para perempuan dunia maupun inggris agar berani tampil sebagai pemimpin tanpa harus terbatas gender sebagai seorang perempuan.

7 TRANSFORMASI KEPEMIMPINAN


SEVEN TRANSFORMATIONS OF LEADERSHIP
Sebagian besar para psikolog perkembangansetuju bahwa apa yang membedakan pemimpin kebanyakan bukan dari filosofi kepemimpinan mereka, kepribadian mereka, atau gaya manajemen mereka. Tetapi, sebaliknya bahwa itu berasal dariinternal "action logic"(logika tindakan) mereka-bagaimana mereka menafsirkan lingkungan mereka dan bereaksi terhadap tantangankekuasaan atau keselamatan mereka. Bagaimanapun, relatif sedikit dari pemimpin yang mencoba untuk memahami logika tindakan mereka sendiri, dan masih sedikit  yang melakukanpenyelidikan terhadap kemungkinan untuk mengubahnya.
Tujuh Logika Tindakan
Berikut gambaran yang menunjukkan salah satu dari tujuh aksi perkembangan logika tindakan yang terdiri dari The Oportunist, Diplomat, Expert, Achiever, Individualist, Strategist, atau Alchemist. Pemimpin dapat bergerak melalui kategori-kategori ini dalam upayapertumbuhan kemampuan mereka, sehingga dapat dicermati bagaimanaLeadership Development Profile (Profil Pengembangan Kepemimpinan)dalam beberapa tahun kemudian yang bisa mengungkapkan apakah logika tindakan seorang pemimpin telah berkembang.
The Opportunist
Temuan yang paling menghibur adalah bahwa hanya 5% dari para pemimpin dalam sampel kami yang ditandai dengan ketidakpercayaan, egosentrisme, dan manipulativeness. Kami menyebutnya pemimpin ini oportunis, sebuah gelar yang mencerminkan kecenderungan mereka untuk fokus pada kemenangan pribadi saja dan melihat dunia dan orang lain sebagai kesempatan untuk dapat dieksploitasi. Pendekatan mereka ke dunia luar sangat ditentukan oleh persepsi kontrol mereka – dengan kata lain, bagaimana mereka akan bereaksi terhadap suatu peristiwa. Mereka memperlakukan orang lain sebagai objek atau sebagai pesaing yang bukan bagian dari mereka sendiri.
Opportunist cenderung menganggap perilaku buruk mereka sebagai sebuah legitimasi dalam memutus dan menolak tekanan dari dunia yang mengawasinya. Mereka menolak umpan balik, menjelmakan kesalahan, dan membalas dengan cara yang kasar.
The Diplomat
The Diplomatmembuat pemikiran maupun kondisi dunia di sekelilingnya dengan cara yang lebih ramah daripada Oportunis lakukan, tapi logika tindakan ini juga dapat memiliki dampak yang sangat negatif jika pemimpin adalah seorang manajer senior. Setia melayani kelompok, The Diplomat berusaha untuk menyenangkan rekan yang memiliki status yang lebih tinggi sambil menghindari konflik. Logika tindakan ini difokuskan pada memperoleh kontrol dari perilaku mereka sendiri-lebih dari pada mendapatkan kontrol dari kejadian luar atau orang lain. Menurut logika tindakan Diplomat itu, seorang pemimpin memperoleh penerimaan lebih kekal dan pengaruh oleh proses kerjasama dengan norma-norma kelompok dan oleh kemampuan memainkan peran sehari-hari dengan baik.Dalam memainkan peran pendukung atau konteks tim, jenis eksekutif ini memiliki lebih banyak saran atau usul. Diplomat menyediakan perekat sosial untuk rekan-rekan mereka dan memastikan bahwa perhatian dibayar untuk kebutuhan orang lain, yang memungkinkan mengapa sebagian besar diplomat bekerja di anak tangga paling junior dari manajemen, dalam konteks pekerjaan seperti pengawas garis depan (frontliner supervisor), perwakilan layanan pelanggan, atau praktisi perawat.
Diplomat akan lebih bermasalah dalam peran kepemimpinan tingkat atas karena mereka mencoba untuk mengabaikan konflik. Mereka cenderung terlalu sopan dan ramah dan merasa hampir tidak mungkin untuk memberikan umpan balik menantang kepada orang lain. Melakukan perubahan, dengan konflik yang tak terelakkan, merupakan ancaman besar bagi Diplomat, dan ia akan menghindarinya jika mungkin, bahkan ke titik penghancuran diri.
The Expert
Kategori terbesar dari pemimpin adalah The Expert yang jumlahnya 38% dari semua profesional dalam sampel kami. Berbeda dengan The Opportunist, yang fokus untuk mencoba mengendalikan dunia di sekitar mereka, dan The Diplomat yang berkonsentrasi pada mengendalikan perilaku mereka sendiri, The Expert mencoba untuk melakukan kontrol dengan menyempurnakan pengetahuan mereka, baik dalam kehidupan profesional dan pribadi mereka.Tak heran, banyak akuntan, analis investasi, peneliti pemasaran, insinyur perangkat lunak, dan konsultan beroperasi dari pada Logika tindakan Expert.The Expert adalah kontributor individu besar dikarenakan mereka mengejar kemajuan secara terus-menerus, efisiensi, dan kesempurnaan. Tapi sebagai manajer, mereka dapat menjadi masalah karena mereka begitu benar-benar yakin bahwa mereka benar. The Expert cenderung melihat kolaborasi sebagai hal yang buang-buang waktu ("Tidak semua pertemuan adalah buang-buang waktu-beberapa dibatalkan!"), Dan mereka sering memperlakukan pendapat dari orang yang kurang ahli dari diri mereka dengan penghinaan. Kecerdasan emosional yang tidak diinginkan atau dihargai.
The Achiever
The Achiever adalah seorang manajer yang mampu menciptakan sebuah tim dan suasana antar departemen yang positif. Kabar baiknya adalah bahwa sebagian besar, 30%, dari manajer dalam penelitian kami diukur sebagai The Achievers. Sementara itu, para pemimpin ini menciptakan lingkungan kerja yang positif dan memfokuskan upaya mereka dalam memberikan proses pengembangan, sisi negatifnya adalah bahwa gaya mereka sering menghambat berpikir di luar kotak.
The Achievers  memiliki pemahaman yang lebih kompleks dan terintegrasi dari dunia daripada manajer yang menampilkan tiga logika tindakan sebelumnya. Mereka terbuka untuk umpan balik dan menyadari bahwa banyak dari ambiguitas dan konflik dalam kehidupan sehari-haridikarenakan perbedaan interpretasi dan cara berhubungan. Mereka tahu bahwa transformasi kreatif atau menyelesaikan perselisihan membutuhkan kepekaan terhadap hubungan dan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dengan cara yang positif. Achievers juga dapat diandalkan memimpin tim untuk menerapkan strategi baru selama periode satu sampai tiga tahun, menyeimbangkan tujuan jangka pendek dan panjang.


The Individualist
Logika Tindakan The Individualist mengakui bahwa tidak ada dari logika tindakan lainnya yang "alami"; semua merupakan konstruksi dari diri sendiri dan dunia. Ide abstrak ini tampaknya memungkinkan 10% dari para pemimpin Individualist untuk berkontribusi pada nilai praktis yang unik untuk organisasi mereka; mereka menempatkan kepribadian dan cara berhubungan dalam perspektif dan berkomunikasi dengan baik dengan orang lain yang memiliki logika tindakan. Apa yang membuat individualist terpisah dari Achievers adalah kesadaran mereka dari kemungkinan konflik antara prinsip-prinsip mereka dan tindakan mereka, atau antara nilai-nilai organisasi dan implementasi dari nilai-nilai. Konflik ini menjadi sumber ketegangan, kreativitas, dan keinginan yang berkembang untuk pengembangan lebih lanjut.Individualis juga cenderung mengabaikan aturan yang mereka anggap tidak relevan, yang sering membuat sumber gangguan terhadap rekan maupun atasan.
The Strategist
The Strategisthanya 4% dari pemimpin. Apa yang membedakan mereka dari individualist adalah fokus mereka pada kendala-kendala organisasi dan persepsi, yang manadilakukannya sebagai proses perundingan dan transformasi. The Strategist juga mahir menciptakan visi bersama di berbagai tindakan logika-visi yang mendorong transformasi pribadi dan organisasi. Menurut Logika Tindakan The Strategist, perubahan organisasi dan sosial merupakan proses perkembangan berulang yang memerlukan kesadaran dan perhatian kepemimpinan.Dalam upaya menangani konflik The Strategist akan lebih menyenangkan daripada logika tindakan lainnya, dan mereka sangat baik dalam menangani penolakan naluriahseseorang untuk dapat berubah. Akibatnya, The Strategist merupakan agen perubahan yang sangat efektif.
The Strategist biasanya memiliki ide bisnis yang sadar lingkungan sosial yang dilakukan dengan cara yang sangat kolaboratif. Mereka secara bersama-sama berusaha untuk merangkai visi idealis dengan pragmatis, tepat waktu dan prinsip bertindak. The Strategist bekerja untuk menciptakan prinsip-prinsip dan praktek etika melampaui kepentingan dirinya atau organisasinya.
The Alchemist
Logika tindakan kepemimpinan yang terakhir sesuai data dan pengalaman adalah The Alchemist. Studi kami dari beberapa pemimpin kita telah diidentifikasikan sebagai The Alchemist menunjukkan bahwa apa yang membedakan mereka dari The strategist adalah kemampuan mereka untuk memperbaharui atau bahkan menemukan kembali diri mereka sendiri dan organisasi mereka dalam alur yang sangat penting. Sebaliknya, The Strategist akan bergerak dari satu keterlibatan atau situasike yang lain secara bertahap, namun The Alchemist memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menangani secara bersamaan dalam banyak situasi di berbagai tingkatan. The Alchemist dapat berbicara dengan keduanya yakni raja dan rakyat jelata. Dia bisa menangani prioritas dengan segera mungkin tanpa pernah melupakan tujuan jangka panjang.
The Alchemist adalah individu karismatik dan sangat sadar akan perlunya kehidupan dengan standar moral yang tinggi. Mereka sangat fokus pada kebenaran. Memungkinkan bahwa yangterpenting, mereka dapat menangkap momen unik dalam perjalanan organisasi mereka, menciptakan simbol dan metafora yang dapat berbicara dengan hati dan pikiran orang.

TIPE
KARAKTERISTIK
KEKUATAN
KELEMAHAN
Opportunist
Memenangkan apapun dengan apapun kemungkinan jalan yang ada
Berorientasi pada diri sendiri
Manipulatif ; “membuat semuanya benar”
Baik untuk kondisi darurat dan pengejaran target penjualan
Hanya sedikit orang yang ingin mengikuti mereka untuk jangka panjang.

Diplomat
Menghindari konflik. Ingin milik;
Taat terhadap norma-norma kelompok;
tidak mengayun-ayun kapal

Mendukung kerekatan hubungan dalam tim
Tidak dapat memberikan umpan balik yang baik atau membuat keputusan sulit yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja.
Expert
Aturan dengan logika dan keahlian.
Sulit untuk mendapatkan consensus dan buy-in
Kontribusi individual sangat baik
Tidak memiliki kecerdasan emosional; tidak memiliki rasa hormat terhadap mereka yang keahliannya kurang.
Achiever
Memenuhi tujuan strategis.
Mempromosikan kerja sama tim; memilih tugas manajerial dan merespon permintaan pasar untuk mencapai tujuan
Sangat cocok untuk pekerjaan manajerial
Menghalangi pemikiran-pemikiran yang inovatif

Individualist
Beroperasi dengan cara yang tidak konvensional.
Mengabaikan aturan yang ia anggap tidak relevan
Efektif dalam usaha dan peran sebagai konsultasi
Mengganggu rekan kerja  dan atasan dikarenakanpengabaian proses kunci organisasi dan orang-orang.
Strategist
Menghasilkan perubahan organisasi dan individu. Sangat kolaboratif; menjalin visi dengan pragmatis, inisiatif akan waktu; menantang asumsi yang tersedia.
Menghasilkan transformasi dalam jangka pendek dan panjang.
Tidak Ada
Alchemist
Menghasilkan transformasi sosial (misalnya, Nelson Mandela). Mengusung kembali organisasi yang berarti atau bermakna sesuai perjalanan organisasi
Memimpin perubahan masyarakat kearah yang lebih luas
Tidak ada

Melakukan Evolusi sebagai Pemimpin
Hal yang paling luar biasa – dan membakar semangat – dari hasil penelitian kami adalah pemimpin dapat mengalami perubahan, dari sebuah logika tindakan ke logika tindakan yang lain. Kami telah mendokumentasikan beberapa pemimpin yang berhasil merubah diri mereka dari Experts menjadi Achiever, dari Achiever menjadi Individualist, dan dari Individualist menjadi Strategist.
Ada beberapa hal yang dapat mendorong seorang pemimpin untuk merubah logika tindakan mereka, yang pertama ialah kesadaran dari pemimpin itu sendiri. Saat seorang pemimpin merasa perlu untuk merubah diri mereka – dan logika tindakannya – mereka akan mencari cara yang dapat membimbing mereka. Salah satu dari cara tersebut ialah dengan mencari sebuah kelompok yang terdiri dari pemimpin-pemimpin dengan logika tindakan di atas mereka. Sehingga kelompok tersebut akan membimbing dan memberikan arahan mengenai bagaimana mestinya seorang pemimpin bertindak.
Kedua, hal yang dapat mendorong seorang pemimpin untuk merubah logika tindakan mereka, adalah pengaruh lingkungan. Dalam hal ini, kita contohkan promosi jabatan. Melalui promosi jabatan, seorang pemimpin dapat mengalami sendiri apa yang dialami oleh atasannya sebelumnya. Sehingga dia dapat merasakan apa yang tadinya dia rasa sebagai sesuatu yang janggal. Kebanyakan seorang Expert dapat ber-evolusi menjadi Achiever dengan cara seperti ini. Seorang Expert yang tadinya memiliki ego tinggi dan hanya memperhatikan hal yang menjadi keahliannya, akan terpaksa untuk memiliki pandangan yang lebih luas mengenai suatu permasalahan. Sehingga mereka akan terdorong dan diharuskan untuk mengesampingkan ego mereka untuk mencapai target yang lebih besar.
Terakhir, intervensi perkembangan yang direncanakan dan terstruktur. Hal ini dapat dilakukan oleh perusahaan yang merasa perlu mengembangkan logika tindakan dari jajaran pimpinan yang dimilikinya. Disini, perusahaan harus jeli dalam menilai logika tindakan dari pimpinan yang dimilikinya, sehingga dapat membuat perencanaan untuk mengembangkan kepemimpinan mereka demi kemajuan perusahaan.
Lebih spesifik mengenai perubahan dari sebuah logika tindakan ke logika tindakan lain akan dijelaskan sebagai berikut.
Dari Expert menuju Achiever
Perubahan ini merupakan perubahan yang paling sering diamati dan dilakukan diantara para praktisi bisnis dan mereka yang mempelajari mengenai manajemen dan eksekutif. Dalam beberapa generasi sekarang ini, banyak perusahaan besar yang membentuk departemen pelatihan untuk mendukung perkembangan dari para manajernya, dengan program-program seperti “Management by Objectives”, “Effective Delegation”, dan “Managing People for Results”. Program-program ini biasanya mendorong untuk mendapatkan hasil melalui strategi yang fleksibel dibanding menggunakan metode yang biasa digunakan para manajer itu.
Para pengamat pemimpin dan pelatih eksekutif juga dapat memformulasikan latihan – latihan yang terstruktur dan pertanyaan yang berhubungan dengan pekerjaan untuk membantu Expert menyadari tentang asumsi – asumsi yang berbeda antara dirinya dan orang lain. Hal ini dapat membantu Expert untuk meningkatkan kemampuannya dalam memimpin, dan diharapkan dapat mendorongnya menjadi Achiever, yang memiliki kompetensi seperti mencapai hasil dalam jangka waktu tertentu, kemampuan untuk mengatur performa, dan kemampuan untuk menerapkan prioritas strategi.
Terdapat banyak sekali Expert yang harus tinggal melakukan tugas manajerial rutin, karena keahlian mereka di bidang tersebut. Tantangan mereka ialah untuk dapat menjadi Achiever yang jauh lebih efektif dalam bekerja menggunakan keahlian mereka yang mendalam untuk dapat sukses sebagai pemimpin dan manajer.
Dari Achiever menuju Individualist
Meskipun organisasi dan sekolah bisnis telah cukup sukses dalam mengembangkan pemimpin dengan logika tindakan Achiever, mereka masih kurang mengakui ataupun mendorong para pemimpin untuk menuju logika tindakan Individualist maupun Strategist, apalagi Alchemist. Hal ini dikarenakan di banyak perusahaan menganggap bahwa Achiever merupakan tujuan akhir, yang dengan efektifitas dan kinerjanya merupakan hal yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Perkembangan pemimpin dengan logika tindakan diatas Achiever membutuhkan hal-hal yang sangat berbeda dari yang dilakukan saat Expert menuju Achiever. Intervensi untuk menumbuhkan kesadaran diri sebagai pemimpin yang bertransformasi sebagaimana kesadaran terhadap pandangan dunia. Achiever selalu menggunakan hasil penyelidikan untuk menentukan apakah mereka (Tim dan organisasinya) berhasil mencapai tujuan mereka dan bagaimana cara untuk mencapainya dengan lebih efektif. Sedangkan pengembangan Individualist dimulai penyelidikan dengan merefleksikan pada diri mereka sendiri – dengan tujuan untuk meningkatkan sasaran di masa depan. Perencanaan perkembangan tahunan harus dibuat dengan sasaran – sasaran baru, yang terbentuk melalui probing dan percakapan mendalam, yang dapat didukung secara aktif melalui pelatihan eksekutif dan review di akhir masa pelatihan merupakan poin – poin pendukung yang dibutuhkan. Namun tidak banyak CEO maupun lembaga yang dapat menghargai investasi ini, dan investasi semacam ini sangat mudah untuk dikesampingkan bila menghadapi tantangan jangka pendek yang menurut pemimpin dengan logika tindakan yang kurang dikembangkan, merupakan hal yang sangat penting.
Intinya, dalam mengembangkan logika tindakan Individualist, bukanlah dengan mengajarkan hal yang rutin kepada CEO, tetapi bagaimana membuat mereka nyaman dengan cara Individualist melihat dan memahami dunia di sekitarnya dan apa hal – hal yang dapat meningkatkan motivasinya untuk belajar lebih jauh. Eksperimen semacam ini dapat sedikit demi sedikit mengurangi ketakutan dari mempelajari tentang perubahan.
Menuju Strategist dan Seterusnya
Pemimpin yang menuju logika tindakan Strategist dan Alchemist tidak lagi mencari keahlian pribadi yang dapat membuat mereka lebih efektif dalam organisasi mereka. Mereka telah menguasai banyak keahlian tersebut. Mereka akan menjelajahi disiplin ilmu dan komitmen yang berlanjut pada pembuatan proyek, tim, jaringan, aliansi strategis dan seluruh organisasi sebagai dasar dalam penyelidikan kolaboratif. Ini merupakan praktek berkelanjutan yang membuat perusahaan mereka sangat sukses.
Jalur yang harus ditempuh oleh mereka yang ingin berkembang menjadi Strategist dan Alchemist tidaklah sama dengan mengembangkan logika tindakan yang lain. Dimulai dari pencarian mentor, mereka tidak lagi mencari mentor untuk mengasah keahlian mereka dan mengarahkan pada jaringan yang berpengaruh. Mereka lebih mengarah pada pencarian anggota yang sudah ada dalam jaringan mereka, untuk meningkatkan komunitas orang-orang yang dapat menyanggah pendapat maupun asumsi dan tindakan dari kepemimpinannya. Hal ini dikarenakan bagi pemimpin seperti ini, sulit untuk mencari orang yang dapat mengemukakan pendapat kepadanya secara terbuka. Sehingga, saat seorang pemimpin mulai mencari hal yang demikian, dapat kita simpulkan bahwa ia sedang mencoba menjadi seorang Strategist ataupun Alchemist.
Pendidikan formal dan proses perkembangan juga dapat membimbing seseorang menuju logika tindakan Strategist. Program – program ini akan membuat partisipan berperan sebagai pemimpin dan memberikan tantangan – tantangan mengenai asumsi – asumsi konvensional mereka mengenai kepemimpinan dan organisasi sangatlah efektif. Program ini akan menanamkan kewaspadaan dari para partisipan, selalu menyediakan gangguan yang mengejutkan yang menyadarkan mereka untuk memahami ulang mengenai pandangan mereka terhadap dunia.
Tim Kepemimpinan dan Budaya Kepemimpinan dalam Organisasi
Dalam jangka panjang, tim yang paling efektif ialah mereka dengan budaya Strategist, dimana kelompok melihat tantangan bisnis sebagai kesempatan untuk berkembang dan belajar sebagai individu maupun organisasi. Dalam sebuah organisasi yang diteliti, beberapa manajer diundang dari berbagai departemen untuk berpartisipasi dalam sebuah tim baru. Karena terlihat sebagai gangguan, maka hanya sedikit manajer yang bersedia bergabung, kecuali beberapa Individualist dan calon Strategist. Kemudian, dengan bantuan dukungan dari manajemen senior, tim tersebut sukses, dan para partisipan mendapat promosi dan memimpin tim gabungan sendiri. Para Achiever dalam organisasi melihat hal tersebut sebagai kesempatan dan mulai ikut berkontribusi. Sehingga semakin lama, semakin banyak yang ikut berpartisipasi, dan berbagi kepemimpinan, saling bertukar pendapat mengenai praktek dan asumsi, dan tantangan individual yang mengembangkan bakat kepemimpinan mereka.
Sayangnya, hanya sedikit organisasi yang mau melakukan hal ini dalam organisasinya. Kebanyakan tim manajer senior memiliki logika tindakan Achiever – yang selalu berupaya untuk mendapat hasil seefektif mungkin, sehingga enggan untuk berhenti sejenak untuk merefleksikan apa yang ada pada diri mereka maupun sekitar. Namun akan lebih berbahaya jika dalam perusahaan besar, dimana tim manajer senior menggunakan logika tindakan Experts. Disini mereka akan melihat diri mereka sebagai kepala dan tim mereka sebagai formalitas sarana pemberi informasi. Akan sulit untuk saling berbagi pengalaman dan cara menguraikan masalah, pengambilan keputusan maupun usaha untuk memformulasikan strategi. Ditambah tim senior yang terbatas dengan logika tindakan Diplomat, akan menjadi sangat tidak fungsional.
Sebuah tim Individualist, yang biasa ditemui di usaha kreatif, sangatlah jarang ditemui, dan sangat berbeda dibanding tim Achiever, Expert maupun Diplomats. Mereka akan sangat sering merefleksikan tujuan mereka, menyamakan asumsi dan praktek di lapangan. Namun karena itulah, mereka akan kesulitan dalam mengambil keputusan secara cepat.
Sebagaimana individu, sebuah tim juga dapat bertransformasi menjadi lebih baik. Untuk mencapai hal itu, dibutuhkan kerjasama dari pihak perusahaan dan dari dalam tim itu sendiri. Dan perusahaan harus tegas dalam menyingkirkan individu – individu yang tidak memiliki motivasi untuk berubah ke arah yang lebih baik tersebut, karena dapat menghambat pertumbuhan dalam tim itu sendiri.