Jumat, 28 Februari 2014

The Living Ideology (PANCASILA)

The living Ideology

Di era globalisasi ini ataupun di era saat ini dimana sebagian daripada kita merasa era ini adalah surga baginya, ladang dari segala penghasilan mereka dan juga puncak dari penampilan mereka. Kenapa tidak karena secara tidak langsung tidak sedikit orang berlomba-lomba untuk menc
apai kejayaannya masing-masing. Hal ini disebabkan tidak tertanamnya ideology pancasila yang dikatakan sebagai the living ideology dalam falsafah pancasila kita. Pertanyaan mendasar bagi bangsa Indonesia  semua adalah, apakah kita telah melaksanakan pancasila dengan benar, ataukah apakah pancasila sudah dijadikan sebagai the living ideology, atau jangan sampai kita masih banyak menggunakannya cuman sekedar sebagai retorika, penghias sebuah pidato, ataupun pelengkap suatu upacara semata. Karena harusnya kalau memang pancasila dijadikan sebagai ideology kita, pedoman hidup berbangsa kita, ataupun kepercayaan kita, harusnya nilai pancasila mampu mendorong bangsa ini untuk secara kolektif mencapai suatu tujuan. Tapi fakta yang terjadi, bahwa di era global ini kesaktian pancasila di hancurkan oleh bangsa yang menganutnya sendiri.  Mengapa semua ini bisa terjadi karena pancasila tidak  diamalkan sebagai landasan etis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya, landasan dalam etika pemerintahan, etika di kalangan pemuda, maupun masyarakat guna memahami fenomena sosial yang terjadi.

Dalam wilayah birokrasi, pemerintahan kita juga sering mengatasnamankan pancasila dalam tutur katanya, apakah itu dalam pidato politiknya maupun diskusi hebatnya dihadapan masyarkat. Namun realitas  dalam birokrasi Negara ini, tidak sesuai dengan apa yang ada dalam nilai pancasila, korupsi, lebih mengutamakan pembangunan yang menggusur rakyat kecil, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan sekarang ini pula banyak yang tidak pro rakyat yang mengakibatkan banyak orang miskin baru. Di bidang pendidikan, mahalya ppendidikan, di bidang kesehatan, mahalnya biaya berobat, bidang ekonomi, tidak stabilnya harga barang, dan sebagainya. Namun birokrasi kita juga sering dengan lantang menyerukan agar semua masyarakat mengamalkan pancasila. Dalam kaitan ini timbul pertanyaan, Bagaimana sebagian tertentu dari warga Negara akan berbincang tentang pancasila dalam keadaan hidup mereka yang miskin dan tertekan ? atau sebaliknya. Bagaimana pancasila akan berbicara masalah keadilan atas nama rakyat yang mengalami ketidakadilan ?. Yang juga banyak diperbincangkan ialah empat pilar kebangsaan kita yakni pancasila, UUD 1945, NKRI, dan bhineka tunggal IKA. Ketakutan saya jangan sampai hal seperti ini lagi-lagi hanya menjadi slogan ataupun jargon politik. Kalau menurut saya Pancasila ini cenderung dijadikan dasar dari pada suatu bangsa karena dalam pilar-pilar lain sudah ada makna dari pancasila itu sendiri. Terkadang pula pejabat terlihat cerdas dalam memainkan media informasi yang seharusnya menjadi media untuk mewujudkan cita-cita dalam pancasila.

Dalam wilayah pemuda hari ini, yang harusnya menjadi generasi terdepan bagaimana nantinya mengatarkan masyarakat kedalam nilai-nilai pancasila. Namun masih tergerus oleh kebiasaan-kebiasaan di luar daripada nilai pancasila. Yang jelas terlihat, yakni budaya santai . Budaya santai ini terlihat antara lain, kemalasan membaca, rendahnya dorongan untuk belajar karena tidak menjadikan sebagai suatu kebutuhan yang menyenangkan tetapi dianggap sebagai beban, apalagi orientasi kita sekolah hanya untuk mendapatkan ijazah,  bukan pengetahuan. Efeknya apa, kemiskinan dan keterbatasan akan pengetahuan ilmu. Jadi jangan terlalu mengkritisi perusahaan maupun instansi lainya bilamana ada tenaga kerja asing didalamnya, karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan kita dalam mengelolah sumber daya. Masalah lainnya adalah pemuda hari ini selalu mengedepankan ras, suku ataupun golongannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya perkelahian antardaerah, prilaku geng motor, pengelompokan antar yang kaya dan miski, bahkan pergaulan yang melihat dari ras mana mereka. Ini sebenarnya adalah fenomena sederhana yang terjadi yang tidak sesuai dengan nilai pancasila. Pancasila tidak mengenal kalian dari golongan mana, agama apa suku apa, dan ras mana. Tetapi pancasila mencoba menghadirkan persatuan untuk semua perbedaan yang dimiliki tadi. Fenomena sederhana lagi yang terjadi yakni budaya minder,  cara  berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat, karena merasa kurang gaul ketika tidak mengikuti tren global. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Pertanyaan yang timbul bahwa, adab kita dimana ?  budaya bangsa kita sebagai orang timur dimana ?. Apalagi aliran hedonisme atau yang mengutamakan kenikmatan hidup  terus berkembang yang menjadi saingan dari pada nilai pancasila itu sendiri. Orang bersifat individualis, padahal pancasila mengajarkan kemanunggalan ataupun kesatuan sebagai suatu bangsa.

Dalam fenomena sosial masyarakat, justru pancasila biasanya lebih tercermin pada masyarakat yang lingkungan sosialnya lebih sederhana  dibandingkan lingkungan sosial yang rumit. Contoh kecilnya Ciri khas yang merupakan kepribadian bansga dari berbagai suku, bangsa Indonesia adalah adanya prinsip musyawarah diantara warga masyarakat sendiri dalam mengatur tata kehidupan mereka. kebisaaan tolong menolong antara sesama masyarakat, gotong – royong dalam mengusahakan kepentingan bersama atau membantu (menolong seseorang yang sangat membutuhkan seperti materialistik, kapitalisme dan individualisme sama sekali tidak disukai oleh bangsa Indonesia, karena tidak memungkinkan tercapainya keadilan / kesejahteraan sosial.

Fenomena sosial yang terjadi pula ialah orientasi materialistic yang bersifat vulgar, yang ditandai oleh gejalah keserakahan, dimana materi ditempatkan sebagai dewa dan semua bentuk untung rugi dikonversi menjadi uang. Jabatan tidak lagi dilihat dari sisi pragmatisnya namun lebih kepada apa keuntugan materi yang dihasilkan. Dalam masyarakt pula, sudah banyak orang yang memberi harga terlalu tinggi pada kekayaan materi. Seseorang dihargai karena kaya, tidak menjadi soal darimana kekayaan itu berasal. Dalam konteks ini kekayaan tidak lagi dilihat sebagai simbol dari kerja keras, tapi keberuntungan. Jadi banyak kolusi, korupsi adalah hal yang wajar. Bagi orang yang miskin dilihat sebagai ketidakberuntungan, tidak menjadi soal apakah mereka bekerja keras.


Inilah berbagai masalah yang terjadi sehingga pembudayaan Pancasila sulit untuk di implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bangsa yang besar dengan keberagaman budaya, daerah yang dipisahkan oleh luasnya perairan, maupun sumber daya yang melimpah tentu dalam keadaan idealnya telah membawa kita sebagai bangsa yang di segani oleh bangsa lain. Namun toh faktanya kita hanya berdiri secara statis dan ideology yang sudah terbangun menjadi sia-sia. Tentunya yang menjadi sumber solusi adalah pancasila itu sendiri, kesaktian dari pancasila tentunya bisa dimanfaatkan guna mencapai cita-cita bangsa kita.

Penulis : Fahri Ardiansyah 

0 komentar:

Posting Komentar