The living
Ideology
Di era
globalisasi ini ataupun di era saat ini dimana sebagian daripada kita merasa
era ini adalah surga baginya, ladang dari segala penghasilan mereka dan juga
puncak dari penampilan mereka. Kenapa tidak karena secara tidak langsung tidak
sedikit orang berlomba-lomba untuk menc
apai kejayaannya masing-masing. Hal ini
disebabkan tidak tertanamnya ideology pancasila yang dikatakan sebagai the
living ideology dalam falsafah pancasila kita. Pertanyaan mendasar bagi bangsa
Indonesia semua adalah, apakah kita
telah melaksanakan pancasila dengan benar, ataukah apakah pancasila sudah
dijadikan sebagai the living ideology, atau jangan sampai kita masih banyak
menggunakannya cuman sekedar sebagai retorika, penghias sebuah pidato, ataupun
pelengkap suatu upacara semata. Karena harusnya kalau memang pancasila
dijadikan sebagai ideology kita, pedoman hidup berbangsa kita, ataupun
kepercayaan kita, harusnya nilai pancasila mampu mendorong bangsa ini untuk
secara kolektif mencapai suatu tujuan. Tapi fakta yang terjadi, bahwa di era
global ini kesaktian pancasila di hancurkan oleh bangsa yang menganutnya
sendiri. Mengapa semua ini bisa terjadi
karena pancasila tidak diamalkan sebagai
landasan etis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya, landasan dalam
etika pemerintahan, etika di kalangan pemuda, maupun masyarakat guna memahami
fenomena sosial yang terjadi.
Dalam wilayah
birokrasi, pemerintahan kita juga sering mengatasnamankan pancasila dalam tutur
katanya, apakah itu dalam pidato politiknya maupun diskusi hebatnya dihadapan
masyarkat. Namun realitas dalam
birokrasi Negara ini, tidak sesuai dengan apa yang ada dalam nilai pancasila,
korupsi, lebih mengutamakan pembangunan yang menggusur rakyat kecil, dan
sebagainya. Kebijakan-kebijakan sekarang ini pula banyak yang tidak pro rakyat
yang mengakibatkan banyak orang miskin baru. Di bidang pendidikan, mahalya
ppendidikan, di bidang kesehatan, mahalnya biaya berobat, bidang ekonomi, tidak
stabilnya harga barang, dan sebagainya. Namun birokrasi kita juga sering dengan
lantang menyerukan agar semua masyarakat mengamalkan pancasila. Dalam kaitan
ini timbul pertanyaan, Bagaimana sebagian tertentu dari warga Negara akan
berbincang tentang pancasila dalam keadaan hidup mereka yang miskin dan
tertekan ? atau sebaliknya. Bagaimana pancasila akan berbicara masalah keadilan
atas nama rakyat yang mengalami ketidakadilan ?. Yang juga banyak
diperbincangkan ialah empat pilar kebangsaan kita yakni pancasila, UUD 1945,
NKRI, dan bhineka tunggal IKA. Ketakutan saya jangan sampai hal seperti ini
lagi-lagi hanya menjadi slogan ataupun jargon politik. Kalau menurut saya
Pancasila ini cenderung dijadikan dasar dari pada suatu bangsa karena dalam
pilar-pilar lain sudah ada makna dari pancasila itu sendiri. Terkadang pula
pejabat terlihat cerdas dalam memainkan media informasi yang seharusnya menjadi
media untuk mewujudkan cita-cita dalam pancasila.
Dalam wilayah
pemuda hari ini, yang harusnya menjadi generasi terdepan bagaimana nantinya
mengatarkan masyarakat kedalam nilai-nilai pancasila. Namun masih tergerus oleh
kebiasaan-kebiasaan di luar daripada nilai pancasila. Yang jelas terlihat,
yakni budaya santai . Budaya santai ini terlihat antara lain, kemalasan
membaca, rendahnya dorongan untuk belajar karena tidak menjadikan sebagai suatu
kebutuhan yang menyenangkan tetapi dianggap sebagai beban, apalagi orientasi
kita sekolah hanya untuk mendapatkan ijazah,
bukan pengetahuan. Efeknya apa, kemiskinan dan keterbatasan akan pengetahuan
ilmu. Jadi jangan terlalu mengkritisi perusahaan maupun instansi lainya
bilamana ada tenaga kerja asing didalamnya, karena keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan kita dalam mengelolah sumber daya. Masalah lainnya adalah pemuda
hari ini selalu mengedepankan ras, suku ataupun golongannya dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya perkelahian antardaerah, prilaku geng motor,
pengelompokan antar yang kaya dan miski, bahkan pergaulan yang melihat dari ras
mana mereka. Ini sebenarnya adalah fenomena sederhana yang terjadi yang tidak
sesuai dengan nilai pancasila. Pancasila tidak mengenal kalian dari golongan
mana, agama apa suku apa, dan ras mana. Tetapi pancasila mencoba menghadirkan
persatuan untuk semua perbedaan yang dimiliki tadi. Fenomena sederhana lagi
yang terjadi yakni budaya minder, cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang
berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat, karena merasa
kurang gaul ketika tidak mengikuti tren global. Mereka menggunakan pakaian yang
minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan.
Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan
kita. Pertanyaan yang timbul bahwa, adab kita dimana ? budaya bangsa kita sebagai orang timur dimana
?. Apalagi aliran hedonisme atau yang mengutamakan kenikmatan hidup terus berkembang yang menjadi saingan dari
pada nilai pancasila itu sendiri. Orang bersifat individualis, padahal
pancasila mengajarkan kemanunggalan ataupun kesatuan sebagai suatu bangsa.
Dalam fenomena
sosial masyarakat, justru pancasila biasanya lebih tercermin pada masyarakat
yang lingkungan sosialnya lebih sederhana
dibandingkan lingkungan sosial yang rumit. Contoh kecilnya Ciri khas
yang merupakan kepribadian bansga dari berbagai suku, bangsa Indonesia adalah
adanya prinsip musyawarah diantara warga masyarakat sendiri dalam mengatur tata
kehidupan mereka. kebisaaan tolong menolong antara sesama masyarakat, gotong –
royong dalam mengusahakan kepentingan bersama atau membantu (menolong seseorang
yang sangat membutuhkan seperti materialistik, kapitalisme dan individualisme
sama sekali tidak disukai oleh bangsa Indonesia, karena tidak memungkinkan
tercapainya keadilan / kesejahteraan sosial.
Fenomena sosial
yang terjadi pula ialah orientasi materialistic yang bersifat vulgar, yang
ditandai oleh gejalah keserakahan, dimana materi ditempatkan sebagai dewa dan
semua bentuk untung rugi dikonversi menjadi uang. Jabatan tidak lagi dilihat
dari sisi pragmatisnya namun lebih kepada apa keuntugan materi yang dihasilkan.
Dalam masyarakt pula, sudah banyak orang yang memberi harga terlalu tinggi pada
kekayaan materi. Seseorang dihargai karena kaya, tidak menjadi soal darimana
kekayaan itu berasal. Dalam konteks ini kekayaan tidak lagi dilihat sebagai
simbol dari kerja keras, tapi keberuntungan. Jadi banyak kolusi, korupsi adalah
hal yang wajar. Bagi orang yang miskin dilihat sebagai ketidakberuntungan,
tidak menjadi soal apakah mereka bekerja keras.
Inilah berbagai
masalah yang terjadi sehingga pembudayaan Pancasila sulit untuk di
implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bangsa yang
besar dengan keberagaman budaya, daerah yang dipisahkan oleh luasnya perairan,
maupun sumber daya yang melimpah tentu dalam keadaan idealnya telah membawa
kita sebagai bangsa yang di segani oleh bangsa lain. Namun toh faktanya kita
hanya berdiri secara statis dan ideology yang sudah terbangun menjadi sia-sia.
Tentunya yang menjadi sumber solusi adalah pancasila itu sendiri, kesaktian
dari pancasila tentunya bisa dimanfaatkan guna mencapai cita-cita bangsa kita.
Penulis : Fahri Ardiansyah
0 komentar:
Posting Komentar